Ada beberapa definisi audit menurut para ahli, antara
lain:
1. Menurut Soekrisno Agoes
Audit merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan
secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan
dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut (Agoes, 2004).
2. Menurut Alvin A. Arens, Randal J. Elder,
Marks S. Beasley, yang diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf
Audit adalah pengumpulan dan evaluasi
bukti-bukti tentang suatu informasi untuk menentukan dan melaporkan tentang kesesuaian
antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang
kompeten dan independen (Arens et al., diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, 2009).
Jenis Audit
Secara umum ada tiga jenis audit yang dapat dilakukan
oleh Kantor Akuntan Publik (Arens et al., diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf,
2009), yaitu:
1.
Audit
Laporan Keuangan Historis (Financial
Statement Audit)
Audit laporan keuangan dilaksanakan untuk menentukan
apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan kriteria yang dipakai
dalam audit laporan keuangan berupa Generally
Accepted Accounting Principles (GAAP), atau yang di Indonesia disebut
dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
2.
Audit
Operasional (Operational Audit)
Audit operasional bertujuan untuk mengevaluasi efisiensi
dan efektivitas metode dan prosedur operasi dari tiap divisi dalam suatu
organisasi. Hasil akhir dari audit ini umumnya berupa rekomendasi perbaikan
sistem operasi. Kriteria atau standar seringkali mengacu pada standar yang
ditetapkan oleh perusahaan, misalnya berupa Standard
Operational Procedure (SOP) sehingga berpotensi menjadi subjektif.
3.
Audit
Ketaatan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah auditee telah mengikuti prosedur,
peraturan, maupun regulasi yang ditetapkan oleh otoritas di atasnya. Audit
kepatuhan ini lebih tepat dilakukan kepada unit-unit pemerintahan, karena
banyaknya aturan yang harus dipatuhi didalam entitas tersebut.
3.1.3 Standar Audit
Standar audit berbeda dengan prosedur auditing. “Prosedur” berkaitan dengan
tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan “standar” berkenaan dengan kriteria
atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang
hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut.
Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (2001:150) terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi 3
kelompok besar yaitu:
1. Standar Umum
·
Audit harus
dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
·
Dalam semua hal
yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan
oleh auditor.
·
Dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Sukrisno Agoes (2004:30) menjelaskan bahwa :
“Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan
mutu pekerjaannya dan berbeda dengan standar yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan lapangan dan pelaporan. Standar pribadi atau standar umum ini berlaku
sama dalam bidang pelaksanaan pekerjaan lapangan dan pelaporan.”
2. Standar Pekerjaan Lapangan
·
Pekerjaan harus
direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
sebagaimana mestinya.
·
Pemahaman
memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
·
Bukti audit
kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan yang diaudit.
Menurut Sukrisno Agoes (2004:35) bahwa “ standar pekerjaan lapangan
berkaitan dengan pelaksanaan audit dan supervisi, pemahaman dan evaluasi
pengendalian intern, pengumpulan bukti-bukti audit melalui compliance
test, substantive test, analytical review, sampai selesainya audit
field work.”
3. Standar Pelaporan
·
Laporan auditor
harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
·
Laporan auditor
harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi
dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
·
Pengungkapan
informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan
lain dalam laporan audit
·
Laporan auditor
harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak diberikan. Jika
pendapat secara keseluruhan tidak diberika, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor
harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifart pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh auditor.
3.2 Kode Etik Profesi
Mukadimah prinsip etika profesi akuntan antara lain
menyebutkan bahwa dengan seorang akuntan
mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan
peraturan yang berlaku. Selain itu prinsip ini
meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.
Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode
etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir. Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan
hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh
seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung
jawab profesi :
Bahwa
akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan
publik :
Akuntan
sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepentingan publik,
dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas :
Akuntan
sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung
jawab profesionalnya tersebut dengan
menjaga integritasnya setinggi mungkin.
4.
Obyektifitas :
Dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga
obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan.
5. Kompetensi
dan kehati-hatian profesional :
Akuntan
dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban
untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan
bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
manfaat dari jasa profesionalyang kompeten berdasarkan perkembangan praktik,
legislasi, dan
teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan :
Akuntan harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperolehselama melakukan jasa profesional dan tidak
boleh memakai ataumengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali
bila adahak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku
profesional :
Akuntan
sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesinya.
8. Standar
teknis :
Akuntan
dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektifitas.