Jumat, 12 Juli 2013

Teori Definisi Audit



Ada beberapa definisi audit menurut para ahli, antara lain:
1.      Menurut Soekrisno Agoes
Audit merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut (Agoes, 2004).
2.      Menurut Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Marks S. Beasley, yang diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf
Audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti tentang suatu informasi untuk menentukan dan melaporkan tentang kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen (Arens et al., diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, 2009).

 Jenis Audit
Secara umum ada tiga jenis audit yang dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (Arens et al., diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, 2009), yaitu:
1.      Audit Laporan Keuangan Historis (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan dilaksanakan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan kriteria yang dipakai dalam audit laporan keuangan berupa Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), atau yang di Indonesia disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
2.      Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional bertujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas metode dan prosedur operasi dari tiap divisi dalam suatu organisasi. Hasil akhir dari audit ini umumnya berupa rekomendasi perbaikan sistem operasi. Kriteria atau standar seringkali mengacu pada standar yang ditetapkan oleh perusahaan, misalnya berupa Standard Operational Procedure (SOP) sehingga berpotensi menjadi subjektif.
3.      Audit Ketaatan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah auditee telah mengikuti prosedur, peraturan, maupun regulasi yang ditetapkan oleh otoritas di atasnya. Audit kepatuhan ini lebih tepat dilakukan kepada unit-unit pemerintahan, karena banyaknya aturan yang harus dipatuhi didalam entitas tersebut.

3.1.3    Standar Audit
Standar audit berbeda dengan prosedur auditing. “Prosedur” berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan “standar” berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut.
Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2001:150) terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar yaitu:
      1.    Standar Umum                               
·           Audit harus dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan   pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
·           Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
·           Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Sukrisno Agoes (2004:30) menjelaskan bahwa :
“Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya dan berbeda dengan standar yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan lapangan dan pelaporan. Standar pribadi atau standar umum ini berlaku sama dalam bidang pelaksanaan pekerjaan lapangan dan pelaporan.”

2.   Standar Pekerjaan Lapangan
·         Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi sebagaimana mestinya.
·         Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
·         Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
  Menurut Sukrisno Agoes (2004:35) bahwa “ standar pekerjaan lapangan berkaitan dengan pelaksanaan audit dan supervisi, pemahaman dan evaluasi  pengendalian intern, pengumpulan bukti-bukti audit melalui compliance testsubstantive test, analytical review, sampai selesainya audit field work.”
3. Standar Pelaporan
·           Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
·           Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
·           Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit
·           Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak diberika, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifart pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh auditor
3.2 Kode Etik Profesi
Mukadimah prinsip etika profesi akuntan antara lain menyebutkan bahwa dengan seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku. Selain itu prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir. Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung jawab profesi :
Bahwa akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2. Kepentingan publik :
Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

3. Integritas :
Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.

4. Obyektifitas :
Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan.



5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional :
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesionalyang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan
teknik yang paling mutakhir.

6. Kerahasiaan :
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperolehselama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai ataumengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila adahak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

7. Perilaku profesional :
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.

8. Standar teknis :
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.